Selasa, 03 Mei 2011

WIRAUSAHA DALAM ISLAM (Ide Dan Peluang)


WIRAUSAHA DALAM ISLAM
(Ide Dan Peluang)

I.             PENDAHULUAN
Rakyat Indonesia yang sebagian beragama islam lupa, tidak banyak mengetahui akan ajaran islam tentang pekerjaan dibidang bisnis. Pernah Rasulullah Saw. ditanya  oleh para sahabat, pekerjaan apakah yang paling baik ya Rasulullah? Rasulullah menjawab, seorang bekeja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih. (HR. Al-Bazzar).[1] Jual beli yang bersih berarti sebagian dari kegiatan profesi bisnis. Selain itu ulama telah sepakat mengenai kebaikan pekerjaan dagang (jual beli), sebagai perkara yang telah dipraktekkan sejak zaman Nabi hingga masa kini. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, Pedagang  yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama para Nabi, orang Shodiqin, dan para Syuhada. (HR.Tirmidzi dan Hakim)
Seiring perubahan zaman yang semakin berkembang diikuti juga sulitnya kita menyambung hidup dalam menapang roda ekonomi. Dalam perkembangan kehidupan bermasyarakat akan selalu diikuti oleh tiga hal perkembangan yaitu: kebutuhan hidup, ekonomi dan kependudukan.
Kehiduapan hidup semakin berkembang seiring pola-pola kehidupan manusia yang juga berubah. Pertumbuhan ekonomi diikuti pertumbuhan kelompok pekerja dan kelompok jabatan. Lajunya pertumbuhan penduduk juga memebentuk pola-pola kehidupan manusia baru.[2]
Pada hakikatnya manusia merupakan individu-individu yang ingin berkembang dan mempunyai cita-cita ingin dapat hidup bahagia serta berkecukupan. Yang jadi pertanyaan bagaimana cara individu-individu tersebut untuk mengembangkan cita-citanya tersebut? Jawabannya, dengan mengembangkan potensi diri yang dimiliki dengan berwirausaha.
Karena pada umumnya manusia wirausaha adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi. Manusia wirausaha akan mampu menolong dirinya sendiri dalam mengatasi permasalah hidup. Dengan kekuatan yang ada pada dirinya, manusia wirausaha mampu berusaha untuk memenuhi setiap kebutuhan hidupnya.[3]
Dari sinilah dimulai cara pola pikir kita diuji bagaiman memotifasi diri kita untuk bisa berwirausaha. Sebagai manusia interpreneur untuk menciptakan mental berwirausaha harus ada keinginan dan kemauan yang kuat. Dari sinilah apa yang pas atau cocok yang sesuai dengan potensi kita untuk membuka suatu usaha, ada kaitannya dengan pembahasan makalah ini sebagai wirausahaan kita harus berpikir ke depan dalam kemajuan usaha kita nanti yaitu kita memiliki ide dan peluang bagaimana proses pembentukan usaha saat berjalan, apakah berkompeten atau tidak.

II.          PEMBAHASAN
A.     Pengertian Wirausaha
Istilah wirausaha berasal dari entrepreneur (Bahasa Perancis) yang diterjemahkan dalam bahasa inggris dengan arti Between taker atau go-between.
Pengertian wirausaha menurut Joseph Schumpeter adalah entrepreneur as the person who destroys the exiting econimic order by introducing new products and services, by creating new forms of organization, or by exploiting new raw materials.
Jadi menurut Joseph wirausaha adalah orang yang mendobrak system ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau pengahan bahan baku baru.   Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru ataupun bisa pula dilakukan dalam organisas bisnis yang sudah ada.[4]

B.     Unsur Wirausaha
Unsur wirausaha mencakup beberapa unsur penting yang satu dengan yang lain saling terkait, bersinergis, dan tidak terlepas satu sama lain, yaitu: (1) Unsur daya   piker (kognitif), (2) Unsur keterampilan (psikomotorik), (3) Unsur sikap mental (afektif), dan (4) Unsur kewaspadaan atau intuisi
1.      Unsur daya piker
Daya pikir, pengetahuan, kepandaian, intelektual, atau kognitif mencirikan tingkat penalaran, taraf pemikiran yang dimiliki seseorang. Daya pikir adalah juga sumber dan awal kelahiran kreasi dan temuan baru      serta yang terpenting  kemajuan umat.
2.      Unsur keterampilan (psikomotorik)
3.      Unsur sikap mental (afektif)
4.      Unsur kewaspadaan atau intuisi
C.     Ide dalam Kewirausahaan
Dengan membuka usaha atau berwirausaha, harga diri seseorang tidak turun tetapi sebaliknya meningkat, dari sisi penghasilan memiliki usaha sendiri jelas dapat memberikan penghasilan yang lebih baik dibandingkan menjadi pegawai.
Biasanya para wirausaha selalu memiliki ide yang begitu banyak untuk menjalankan kegiatan usahanya. Telinga, mulut, dan mata selalu meberikan inspirasi untuk menangkap setiap peluang yang ada, terpikir melihat atau mendengar sesuatu selalu menjadi ide untuk dijual. Motifasi untuk maju dan semakin besar akan selalu melekat dalam hati seorang pangusaha.[5]
Menemukan ide bisnis merupakan anugrah yang tidak terhingga karena dalam realitasnya tidak gampang menemukan ide bisnis. Namun jika ide hanya sebatas bayang-bayang, maka tetap tidak akan bisa merealisasikannya dalam bisnis yang nyata[6]. Terkadang ide yang tidak kita realisir justru sudah dicoba lebih dahulu oleh orang lain. Dalam konteks ini, sebenarnya untuk membuat bisnis atau usaha memang dibutuhkan ide, hanya saja karena kita kaya ide, namun miskin keberanian untuk mencobanya, maka yang berkembang adalah idenya, sedang bisnisnya nol.[7]
Itulah modal awal kita yaitu keberanian dalam memulai berwirausaha. Dengan keberanian kita dapat berpikir luas sehingga kalau sudah terpikir akan ada rintangan yang menghadang dengan keberaniaan itu rintangan tersebut akan dirubah menjadi suatu tantangan dalam berwirausaha dan akhirnya terbentuklah jiwa interpreneur.
Terwujudnya suatu ide agar terealisasi dibutuhkan suatu rencana. Karena dalam teorinya, bisnis sekecil apapun tetap memerlukan perencanaan untuk dapat merealisasikan ide bisnis yang lebih matang. Tujuan membuat rencana bisnis adalah untuk memastikan jalannya operasi bisnis yang tepat dan memberikan dorongan pada rencana-rencara departemen atau devisi.
Dalam perspektif Philip Kotler, ada bebera prosedur standar untuk dapat merealisasikan ide bisnis yang benar dalam bentuk rencana bisnis yaitu:
1.      Pembangkitan gagasan
2.      Penyaringan
3.      Pengembangan dan pengujian konsep
4.      Strategi pemasaran
5.      Analisis bisnis atau usaha
6.      Pengembangan produk
7.      Pegujian pasar
8.      Komersialisasi[8]
Dengan kata lain, rencana bisnis untuk merealisasikan ide memang menjadi hal yang sangat penting dalam bisnis. Karena titik awal keberhasilan seorang wirausahawan berawal dari penggalian ide bisnis.

D.    Sumber Potensial Peluang
 Seorang calon pengusaha harus berani mengambil resiko sebesar dan seberat apapun. Hal yang perlu diingat adalah menjalankan segala sesuatu dengan perhitungan matang dan selalu memiliki sikap optimistis bahwa semua masalah dapat diatasi. Perlu dicamkan bahwa semakin besar resiko yang dihadapi, semakin besar pula peluang memperoleh keuntungan tidak hilang dan segala kendala resiko yang bakal dihadapi dapat diatasi atau diminimalkan, sebelum melakukan bisnisnya seorang calon pengusaha perlu atau harus memperhitungkannya.[9]
Diperlukan kemauan keras untuk memupuk jiwa kewirausahaan mau belajar hal-hal baru, mau mencari peluang, berani mencoba formula bisnis dan tentu saja belajar mengelola resiko. Menjadi wirausaha berarti memiliki kemampuan menemukan dan mengevaluasi peluang-peluang mengumpulkan sumber-sumber daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan dan peluang-peluang itu.[10]
Dalam kaitannya dengan peluang dalam berwirausaha ada beberapa sumber peluang usaha antara lain:
a.       Perubahan teknologi
b.      Perubahan kebijakan dan politik
c.       Perubahan sosial demografi[11]
Wirausahawan adalah orang yang mencari dan melihat peluang yang tersembunyi dengan gagasan baru, kemudian bekerja keras mengubah peluang menjadi kenyataan untuk diwujudkan sebagai sesuatu hasil karya. Para wirausahawan memiliki rasa ingin tahu yang besar dan senantiasa menyimpan informasi yang menarik sehingga timbul minat dalam ingatan mereka. Keinginan dan dorongan minat yang terjadi di dunia merangsang orientasi eksternal, sehingga para wirausahawan menelusuri berbagai sumber gagasan. Menurut Masykur Wiratmo (1996), sumber gagasan baru tersebut adalah:
1.      Konsumen
Wirausahawan harus selalu memperhatikan keinginan konsumen.
2.      Perusahaan atau usaha yang sudah ada
Wirausahawan harus selalu memperhatikan dan mengevaluasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang sudah ada
3.      Saluran distribusi
Merupakan sumber gagasan baru yang sangat baik karena kedekatan mereka dengan kebutuhan pasar
4.      Pemerintah
Dari kebijakan pemerintah yang baru dalam usaha di dunia bisnis
5.      Penelitian dan pengembangan
Akan menimbulkan atau menghasilkan gagasan produk baru atau perbaikan produk yang sudah ada[12]
Sebagai seorang yang berjiwa wirausaha harus dapat bertindak cepat selama ada kesempatan dan kemauan yang keras maka ciptakan suatu peluang dan ubah peluang tersebut menjadi keberhasilan.

E.     Bekal Peluang
Sebenarnya di sekitar kita ini banyak sekali macam usaha atau bisnis yang bisa diraih, hanya saja kita harus betul-betul memahami kebutuhan masyarakat konsumen. Barang kali sekarang ini belum banyak yang kita temukan, jika kita kreatif akan mampu melihat peluang bisnis sebanyak-banyaknya dan mampu menangkap satu atau dua diantaranya. Pendek kata, peluang bisnis tidak akan pernah habisnya, selama minat manusia masih menjalankan hajat hidupnya di dunia ini.[13]
Peluang bisnis bisa datang dari mana saja, misalnya ketrampilan yang kita miliki juga bisa dijadikan peluang bisnis, trampil di bidang elektronika misalnya. Tingkat pendidikan kita juga bisa menjadi bisnis dengan pengembang profesi, misal membuka kursus privat. Peluang itu juga terdapat dilingkungan pekerjaan, organisasi dan tetangga. Dengan begitu, kita tidak hanya jeli mencari peluang bisnis tapi juga mampu menciptkan pasar. Begitu pula hobi dari hasil hobi kita juga bisa menjadi peluang bisnis melukis misalnya.[14]
Peluang bisnis itu hanya bisa diraih jika kita jeli dan gigih. Oleh karena itu sebaiknya jangan ragu di dalam setiap meraih peluang bisnis di sekitar kita.

F.      Kriteria Berwirausaha
Menurut Westy Soemanto (1989) bahwa manusia wirausaha adalah manusia berkepribadian kuat dan memiliki beberapa kriteria, diantaranya memiliki moral tinggi, memiliki sikap mental wirausaha, memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan memiliki ketrampilan berwirausaha.[15]
Pertama, memiliki moral tinggi. Dalam hal ini wirausahawan harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memilki kemerdekaan batin sehingga tidak mengalami banyak gangguan, kehawatiran serta tekanan-tekanan di dalam jiwanya. Kemerdekaan batin ditandai oleh adanya keselarasan antara keinginan-keinginan dengan pandangan dalam diri seseorang atau adanya keselarasan antara kemauan dengan pengenalan diri. Tingkah laku seseorang yang merasakan kemerdekaan batin akan selaras dengan kemauan serta pengenalan diri sehingga akan tumbuh keberanian dan kemauan yang keras dalam dirinya untuk berbuat dan berusaha yang maju.
Kedua, memiliki sikap mental wirausaha. Seseorang yang memiliki sikap mental wirausaha yang tinggi mempunyai kemampuan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya. Untuk itu seorang wirausaha harus memiliki tujuan, visi dan misi yang jelas dalam operasional sehingga jalan yang ditempuhnya tercapai secara jelas. Kemampuan yang keras merupakan kunci dari keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan dalam berwirausaha. Hanya orang yang berkemauan keras bisa mencapai kesuksesan dalam hidup, sebaliknya orang yang kurang memiliki kemauan keras akan mudah menyerah kepada keadaan yang menimpanya.
Ketiga, memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Kemampuan pengenalan terhadap lingkungan memungkinkan manusia dapat mendayagunakan sumberdaya alam secara efisien untuk kepentingan hidup. Lingkungan sebenarnya ikut mendukung usaha asalkan manusia mengenal dan mendayagunakan dengan tepat. Untuk mewujudkan manusia yang memiliki kepekaan lingkunagan, maka ia harus belajar untuk senantiasa mensyukuri segala hal yang diperoleh dan dimiliki.
Keempat, memiliki ketrampilan wirausaha. Seorang wirausahawan harus memiliki jiwa interpreneurship yang didukung oleh cara berpikir yang kreatif. Selain itu, wirausahaan dituntut untuk pandai dan cepat mengambil keputusan. Dalam kehidupan sehari-hari, wirausahawan harus pandai bergaul sehingga dapat mengenal pribadi orang lain. Ketrampilan manajerial juga merupakan faktor dari keberhasilakn berwirausaha karena wirausahawan tidak selamanya bekerja sendiri, ia sering berhadapan dengan orang lain dan material-material usaha. Ketrampilan manajerial mencakup terampil dalam perencanaan, mampu mendirikan dorongan dan melihat kerja kepada mitranya.[16]

III.       KESIMPULAN
Menggali ide bisnis bukanlah perkara yang gampang. Secara teoritis, ide bisnis bisa digali dari apa yang bisa dilihat, didengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Ide bisnis bisa dipilih dari upaya pemenuhan kebutuhan manusia tersebut. Ide atau gagasan untuk memulai usaha terkadang sering datang tanpa disadari. Banyaknya fenomena kehidupan jika dicermati dapat menjadi peluang.
Mengenai peluang usaha dinyatakan bahwa peluang sebenarnya ada di sekeliling kita, tapi hanya beberapa individu yang mampu melihat situasi sebagai peluang tersebut. Setelah kita mengenal peluang selanjutnya kita sesuaikan dengan dikombinasikan potensi diri yang dimiliki, apakah usaha yang akan kita mulai itu sesuai dengan kemampuan kita.

IV.        PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat dan kami yakin bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangan karena mengingat keterbatasan pemikiran kami. Untuk itu saran dan kritik selalu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA

Candra, Purdi E., Menjadi Interpreneur Sukses, PT Grasindo, Jakarta, 2001
Hantoro, Sirod, Drs., MSIE, Kiat Sukses Berwirausaha, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 2005
Hasan, Masud, Sukses Bisnis Modal Dengkul, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. IV, 2005
Kasmir, S. E, M. M, Kewirausahaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006



[1] Ir. Rindang Sugiharto dkk, Akhlak Manusia Sebagai Modal Dasar Berwirausaha, Penerbit Nuansa, 2005, hlm. 9
[2] Drs. Sirod Hantoro, MSIE, Kiat Sukses Berwirausaha, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 2005, hlm. 1
[3] Ibid., hlm.. 23-24
[4] Prof. Dr. H. Buchari Alma, Kewirausahaan, Alfabeta, Bandung; 2005, hlm. 22
[5] Kasmir, S. E, M. M, Kewirausahaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 6-7
[6] Kevin Potts dan Steven Straus, “Membuat Rencana Bisnis”, 31 Oktober 2007, http://infowirausaha.blogspot.com
[7] Purdi E. Candra, Menjadi Interpreneur Sukses, PT Grasindo, Jakarta, 2001, hlm. 27
[8] Kevin Potts dan Steven Straus, Op. Cit.
[9] Katsmir, SE, M.M, Op. Cit., hlm. 10
[10] Masud Hasan, Sukses Bisnis Modal Dengkul, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. IV, 2005, hlm. 47
[11] Andre, “Menumbuhkan Sikap Berwirausaha”, 31 Oktober 2007, http://www.kaskus.us/archive/index.php/t-651930-p-2.htm1
[12] Drs. Sirod Hantoro, MSIE., Op. Cit., hlm. 59
[13] Purdi E. Candra, Op. Cit., hlm. 29-30
[14] Ibid.
[15] Sirod Hantoro, Op. Cit., hlm. 25
[16] Ibid., hlm. 25-37

HADD JARIMAH PERZINAAN


HADD JARIMAH PERZINAAN

I.       PENDAHULUAN


Kehidupan manusia harus mengiringi dari norma agama dan susila, hal ini sangat ditekankan untuk menghindari perilaku penyimpangan yang ada pada masyarakat. Untuk itu dalam islam diterapkan suatu hukum yang mana dianggap bisa mencegah terjadinya penyimpangan itu.

II.    PERMASALAHAN


Dalam makalah ini, kami mencoba memaparkan tentang hukuman had dan jarimah perzinaan. Yaitu pezina yang manakah yang harus dikenai hukuman had maupun dikenai jarimah.

III. PEMBAHASAN


Nabi SAW bersabda:
عن ابي هريرة, وزيد بن خالد, اَنهما قالا,, أٍن رجلا من الاَعراب اَتى رسول الله, اَنشدك الله اٍلاَقضيت لي بكتاب الله, وقال الخصم الاَخر- وهو اَفقه منه: نعم, فاقض بيننا بكتاب الله وائذن لي, فقال رسول الله ص م. ,, قل,, قال: اٍن ابني كان عسيفا على هذا فزني بامراَته, واٍني اَخبرت اَن على ابني الرجم فافتديت منه بمائة شاة وولدة, فساَلت اَهل العلم, فاَخبروني اَن على ابني جلد مائة وتغريب عام, واَن على امراَة هذاالرحجم, فقال رسول الله ص م.,, والذي نفسي بيده لاَقضين بينكما بكتاب الله: الوليدة والغنم رة. وعلى ابنك جلد مائة وتغريب عام, واغد يااَنيس لرجل من اَسلم. اٍلى امراَة هذا, فاٍن اعترفت فارجمها, قال: فغدا عليها,فاعترفت, فامر بها رسول الله ص م. فرجمت. (رواه الجماعة)
Dari abi hurairah dan zaid bin Tsabit, mereka berkata, bahwa ada seorang badui datang ketempat nabi saw. Seraya berkata, ya rasulullah! Demi allah,  sungguh aku meminta kepadamu kiranya engkau dapat memutuskan hukum untukku dengan kitabullah, sedang lawannya berkata-padahal yang kedua ini lebih pintar daripada dia-ya, putuskanlah hukum antara kami berdua ini menurut kitabullah, dan izinkanlah aku (untuk berkata). Lalu Rasulullah saw menjawab, “silakan”. Maka berkatalah kedua orang itu, bahwa anakku bekerja pada orang ini lalu ia berzina dengan istrinya, sedang aku sendiri sudah diberi tahu, bahwa anakku itu harus dirajam lalu aku harus menebusnya dengan seratus kambing dan seorang hamba perempuan, lalu aku bertanya kepada orang-orang yang pintar, maka jawabnya, bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun, sedang istri orang ini harus dirajam. Maka jawab Rasulullah saw, “Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaannya, sungguh aku akan putuskan kalian berdua dengan kitabullah, yaitu: hamba dan kambing itu dikembalikan (kepadamu), sedang anakmu harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun”. Dan engkau hai Unais, pergilah bertemu seorang dari Bani Aslam untuk bersama-sama pergi ke tempat istri orang ini, dan tanyakan, jika ia mengaku, maka rajamlah ia. Abu Hurairah berkata, Unais kemudian berangkat ke tempat perempuan tersebut, dan perempuan itu mengaku. Lalu oleh Rasulullah saw. Diperintahkan untuk dirajam. (HR. Jamaah).[1]

Penjelasan

Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang yang belum menikah yang melakukan zina, maka harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun. Perkataan “Anakmu harus didera seratus kali dan diasingkan setahun  itu, Syarih Rahimahullah berkata, ini menunjukkan adanya hukuman pengasingan yang merupakan suatu keharusan terhadap diri seseorang yang berzina tidak muhshan. Sedang menurut hadits-hadits dhahirnya perihal pengasingan ini adalah berlaku untuk pria dan wanita. Dan begitulah pendapat Syafi’I, sedangkan menurut pendapat Malik dan Al Auza’i, bahwa pengasingan itu tidak berlaku pada wanita, karena wanita adalah aurat. Dan itu pulalah yang diriwayatkan sebagai pendapat dari Ali ra. [2]
Dari hadits ini juga dapat diambil kesimpulan bahwa, seorang pezina yang sudah menikah (muhshan) itu dikenai hukuman rajam.
Di hadits lain Nabi SAW. Bersabda:
وعن ابي هريرة اَن النبي ص م. قضى,, فيمن زنى ولم يحصن بنفي عام, واٍقامة الحد عليه,, (احمد والبخارى)
Dan dari Abi Hurirah, Nabi SAW. Pernah memutuskan hukuman orang yang berzina tetapi tidak muhshan, yaitu diasingkan selama setahun dan dikenai hukuman dera. (HR Ahmad dan Bukhari).
Hadits ini menguatkan tentang hukuman orang yang berzina yang belum menikah, yaitu dihukum dengan didera dan diasingkan selama setahun.[3]
Sedangkan hadits yang menguatkan tentang hukuman orang yang sudah menikah yang melakukan zina ialah sabda Nabi SAW.:
وعن الشعي اَن عليا عليه السلام- حين رجم المراَة- ضربها يوم الخمس, ورجمها يوم الجمعة, وقال: جلد تها بكتاب الله, ورجمتها بسنة رسول الله ص م. (رواه اَحمد والبخارى)
Dan dari Sya’bi, bahwa Ali ra. Ketika merajam seorang perempuan ia menderanya terlebih dahulu yang dilakukan di hari kamis dan dirajamnya pada hari jum’at, seraya berkata, kudera dia berdasarkan kitabullah dan kurajam dia berdasarkan sunnah rasulullah saw. (HR Ahmad dan Bukhari)[4]
Berdasarkan hadist ini dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang sudah menikah melakukan zina, maka dikenai hukuman dera dan rajam.
Dikuatkan lagi berdasarkan hadist sabda Nabi SAW:
وعن عبدة بن الصامت قال: قال رسول الله ص م,, خدوا عني, خدوا عني. قد جعل الله لهن سبيلا. البكر بالبكر جلد مائة ونفي سنة والشيب بالشيب جلد مائة والرجم.,, (رواه الجماعة اٍلا البخارى والنسائى)
Dari Ubadah bin Shamit ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ambillah hukum itu dariku, sungguh Allah telah membuat jalan bagi mereka (perempuan) yaitu : perawan(yang berzina) dengan perjaka, sama-sama didera seratus kali dan diasingkan satu tahun, sedang janda dengan duda, sama-sama didera seratus kali dan dirajam. (HR Jamaah, kecuali Bukhari dan Nasai).
وعن جابر بن عبد الله اَن رجلا زنى بامراَة, فاَمر به النبى ص م. فجلد الحد, شم اَخبر اَنه محصن, فامر به فرجم,, (رواه اَبو داود)
 Dan dari jabir bin abdullah, bahwa ada seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan, lalu oleh Nabi SAW. Diperintahkannya si laki-laki itu untuk didera sebagai hukumannya. Tetapi kemudian ia diberi tahu, bahwa laki-laki tersebut adalah muhshan (sudah kawin), maka diperintahkannya untuk dirajam, lalu ia pun dirajam. (HR. Abu Daud).[5]
Sabda nabi yang lain. Nabi bersabda :
وعن جابر بن سمرة اَن رسول الله ص م. رجم ماعز بن مالك, ولم يذكر جلدا. (رواه اَحمد)
Dan dari jabir bin samurah, bahwa Rasulullah SAW. Merajam Mai’z bin Malik. Dan jabir tidak menyebutkan tentang dera. (HR. Ahmad).
Berdasarkan hadits ini ada ulama yang berpendapat bahwa, orang yang sudah menikah dan berzina, maka hanya dikenai hukuman rajam tidak dikenai hukuman dera.
Hal ini dapat dipahami bahwa hukuman kecil pada dasarnya sudah termasuk dalam hukuman yang lebih besar. Demikian itu karena tujuan pemberlakuan hukuman hadd adalah agar perbuatan itu tidak dilakukan lagi. Karena itu, dera yang dilakukan bersamaan dengan rajam tidak punya pengaruh apa-apa.[6]

IV. KESIMPULAN


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, orang yang sudah menikah melakukan zina, maka hukumannya adalah dirajam. Adapula yang berpendapat didera dan dirajam. Sedangkan orang yang belum menikah melakukan zina maka hukumannya adalah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.

V.    PENUTUP


Demikianlah makalah ini kami sampaikan. Kami sadar dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat. Amin.


 

DAFTAR PUSTAKA



Drs Mu’ammal Hamidy dkk, Terjemah Nailul Athar, Bina Ilmu, Surabaya; 1986
Drs. Imam Ghazali Said, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta; 2002
Ibnu Hajar Al-Ashqhalani, Bulughul Maram, Al Hidayah, Surabaya; tth
Ziyad Abbas, Pilihan Hadits, Pustaka Panji Mas, Jakarta; 1991



[1] Ibnu Hajar Al-Ashqhalani, Bulughul Maram, Al Hidayah, Surabaya; tth. Hal 255
[2] Drs Mu’ammal Hamidy dkk, Terjemah Nailul Athar, Bina Ilmu, Surabaya; 1986. hal. 4
[3] Drs. Imam Ghazali Said, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta; 2002. hal. 602
[4] Ziyad Abbas, Pilihan Hadits, Pustaka Panji Mas, Jakarta; 1991. hal. 135
[5] Op. Cit. Hal 5
[6] Op. Cit. hal. 607

CORAK HUKUM ADAT

CORAK HUKUM ADAT

I.    PENDAHULUAN
Hukum adat adalah aturan kebiasaan dalam hidup bermasyarakat. Sejak manusia di turunkan ke muka bumi, maka ia memulai hidupnya berkeluarga, kemudian bermasyarakat dan kemudian bernegara. Sejak manusia berkeluarga mereka telah mengatur dirinya dan anggota keluarganya. Menurut kebiasaan mereka, misalnya ayah mencari buruan atau mencari akar-akaran untuk bahan makanan, sedang ibu menghidupkan api untuk membakar hasil buruan kemudian bersantap bersama. Perilaku kebiasaan tersebut itu berlaku terus menerus, sehingga menjadi pembagian kerja yang tetap.
Hukum adat sebagai hasil budaya bangsa Indonesia bersendi pada dasar pikiran yang berbeda dengan dasar pikiran dan  kebudayaan barat, dan oleh karena itu untuk dapat memahami hukum adat kita harus dapat menyelami dasar alam pikiran pada masyarakat Indonesia. Berbeda dengan cara hukum barat yang cenderung individualistis dan liberalistis. Adapun mengenai corak hukum adat yang bersendi pad alam pikiran Indonesia itu akan dibahas dalam makalah ini.
II.    PERMASALAHAN
Dari uraian diatas dapat diungkapkan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini,  diantaranya:
1.    Corak hukum adat mana yang membedakan antara alam pikiran hukum adat barat dan Indonesia?
2.    Bagaimanakah kelaziman corak hukum adat secara normatif di Indonesia?
III.    PEMBAHASAN
A.    Corak hukum adat
Barat yang cenderung individualist dan liberalistis sangat berbeda dengan hukum adat yang bersendi pada alam pikiran Indonesia karena mempunyai corak yang khusus yaitu:
    Komunal (communal)
    Religio magis (magisch-religius)
    Konkrit (concreeto)
    Visual
Corak-corak tersebut di atas nampak dengan jelas implementasinya dalam kehidupan sehari-hari, yang digambarkan oleh Surojo Wignodipuro S.H. dalam “pengantar dan asas-asas hukum adat” sebagai berikut:
1)    Corak komunal atau kebersamaan terlihat apabila warga desa melakukan kerja bakti atau gugur gunung, nampak sekali adanya kebiasaan hidup bergotong royong, solidaritas yang tinggi atau saling bantu-membantu. Rasa solidaritas yang tinggi menyebabkan orang selalu lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri. Bahkan pada suku bangsa jawa terdapat pepatah adat yang dengan tepat menggambarkan corak komunal yaitu: dudu sanak dudu kadang, ning yen mati melu kelangan (bukan anggota keluarga bukan saudara sekandung, tetapi kalau ia meninggal merasa turut kehilangan)
2)    Corak religio magis terlihat jelas sekali pada upacara-upacara adat dimana lazimnya diadakan sesajen-sesajen yang ditujukan pada roh-roh leluhur yang ingin diminta restu bantuannya. Juga acara selamatan pada setiap kali menghadapi peristiwa penting, seperti: kelahiran, khitanan, perkawinan, mendirikan rumah, pindah rumah sampai kematian.
3)    Corak konkrit, tergambar dalam kehidupan masyarakat bahwa; pikiran penataan serba konkrit dalam realitas kehidupan sehari-hari menyebabkan satunya kata dengan perbuatan (perbuatan itu betul-betul merupakan realisasi dari perkataan nya). Misalnya: hanya memakai “jual” apabila nyata-nyata terlihat adanya tindakan-tindakan “pembayaran kontan
” dari si pembeli serta “penyerahan barang” dari si penjual.
4)    Corak visual atau kelihatan menyebabkan dalam kehidupan sehari-hari adanya pemberian tanda-tanda yang kelihatan sebagai bukti penegasan atau peneguhan dari apa yang telah dilakukan atau yang dalam waktu dekat akan dilakukan. Misalnya” pemberian pening set (jawa) atau penyangcang (Sunda) merupakan penegasan dari telah terjadinya pertunangan, pemberian panjar pada transaksi jual beli merupakan penegasan adanya kehendak pemberian yang dalam waktu dekat akan dilakukan. Disamping coraknya yang berbeda, hukum adat juga mempunyai sifat-sifat g berbeda pula dengan hukum barat, karena adanya perbedaan alam pikiran dan cork yang mendasari hukum tersebut.
B.    Hukum adat secara normative
Hukum adat Indonesia yang normative pada umumnya menunjukkan corak yang tradisional, keagamaan, kebersamaan, konkrit dan visual, terbuka, dan sederhana, dapat berubah dan menyesuaikan, tidak di kodifikasi, musyawarah dan mufakat .
    Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional, artinya bersifat turun temurun, dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Misalnya dalam hukum kekerabatan adat orang batak yang menarik garis keturunan lelaki, sejak dulu sampai sekarang tetap saja mempertahankan hubungan kekerabatan yang disebut “dalihan na tolu” (bertungku tiga) yaitu hubungan antara marga hula-hula, dengan tubu (dongan sebutuha) dan bolu. Sehingga dengan adanya hubungan kekerabatan tersebut tidak terjadi perkawinan antara pria dan wanita yang satu keturunan (satu marga)
Contoh corak tradisional di lampung bahwa dalam hukum kewarisan berlaku sistem mayorat lelaki, artinya anak tertua lelaki menguasai seluruh harta peninggalan dengan kewajiban mengurus adik-adik nya sampai dewasa dan dapat berdiri sendiri. Harta peninggalan itu tetap tidak terbagi-bagi, merupakan milik keluarga bersama, yang kegunaannya untuk kepentingan anggota keluarga.
    Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan (magis religius) artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang gaib dan atau berdasarkan pada ajaran ketuhanan yang maha esa.
Oleh karena apabila manusia akan memutuskan sesuatu atau mau melakukan sesuatu biasanya berdoa memohon keridhaan tuhan yang ghaib, dengan harapan karya itu akan  berjalan sesuai dengan yang dikehendaki, dan tidak melanggar  pantangan (pamali) yang dapat berakibat timbulnya kutukan dari yang maha kuasa.
Corak keagamaan dalam hukum adat ini terangkat pula dalam pembukaan UUD 1945 alenia yang ketiga yang berbunyi ”atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan  didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan nya”.
    Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan  (komunal), artinya ia lebih mengutamakan kepentingan bersama. ”satu untuk semua dan semua untuk satu” hubungan hukum antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain didasarkan oleh rasa kebersamaan, tolong menolong,  dan gotong-royong.
Oleh karenanya hingga sekarang kita masih melihat rumah gadang di tanah Minangkabau, ”tanah pusaka” yang  tidak terbagi secara individual melainkan menjadi milk bersama dan untuk kepentingan bersama .bahkan corak dan  sifat kebersamaan ini terangkat pula dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang mengatakan”” perekonomian disusun sebagai usaha bersama  berdasar atas kekeluargaan”. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun atas sebagai usaha  bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
    Konkrit dan  visual
Corak hukum adat adalah  konkrit artinya jelas, nyata, berwujud dan visual artinya dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Jadi sifat hubungan hukum yang berlaku dalam hukum adat itu “terang dan tunai”, tidak samar-samar, terang disaksikan, diketahui, dilihat dan di dengar orang lain, dan nampak terjadi “ijab Qobul” (serat terima)nya. Misalnya dalam jual beli jatuh bersamaan waktunya antara pembayaran harga dan penyerahan barangnya. Jika barang diterima pembeli, tetapi harga belum dibayar maka itu bukan jual beli melainkan hutang piutang.
    Terbuka dan sederhana
Corak hukum adat itu “terbuka” artinya dapat menerima masuknya unsur-unsur yang datang dari luar asal saja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri. Corak dan sifatnya yang sederhana artinya bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasi nya bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan berdasar saling percaya mempercayai.
Keterbukaan nya misal dapat dilihat dari masuknya pengaruh hukum hindu, dalam hukum perkawinan adat yang disebut “kawin anggau”. Jika suami mati maka istri kawin lagi dengan saudara suami. Atau masuknya pengaruh hukum islam dalam hukum waris adat yang disebut bagian “sepikul segendong”, bagian warisan bagi ahli waris pria dan wanita sebanyak 2:1
Kesederhanaan misalnya dapat dilihat dari terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku tanpa surat-menyurat misalnya dalam perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dan penggarap, cukup adanya kesepakatan dua belah pihak tanpa adanya suatu surat menyurat dan kesaksian kepada kepala desa. Begitu pula dalam transaksi yang lain seperti gadai, sewa-menyewa, hutang piutang, sangat sederhana karena tidak dengan bukti tertulis.
    Dapat berubah dan menyesuaikan
Hukum adat itu dapat berubah, menurut keadaan, waktu dan tempat. Orang Minangkabau berkata “sekali aik gadang sakali tapian beranja, sakali raja baganti, sakali ada berubah” (begitu air besar, begitu pula tempat pemandian bergeser, begitu pemerintah berganti, begitu pula adat lalu berubah). Adat yang nampak pada kita sekarang sudah jauh berbeda dari adat dimasa Hindia Belanda. Begitu pula apa yang dikatakan di atas kebanyakan transaksi tidak dibuat dengan bukti tertulis, namun sekarang dikarenakan kemajuan pendidikan dan banyaknya penipuan yang terjadi dalam masyarakat, maka sudah banyak pula setiap transaksi itu dibuat dengan surat menyurat walaupun di bawah tangan tidak atau belum dimuka notaris.
    Tidak di kodifikasi
Hukum adat kebanyakan tidak ditulis, walaupun ada juga yang dicatat dalam aksara daerah, bahkan ada yang dibukukan dengan cara yang tidak sistematis, namun hanya sekedar sebagai pedoman bukan mutlak yang harus dilaksanakan, kecuali yang bersifat perintah tuhan. Jadi hukum adat pada umumnya tidak di kodifikasi seperti hukum adat (Eropa), yang disusun secara teratur dalam kitab yang disebut kitab perundangan. Oleh karenanya maka hukum adat itu mudah berubah, dan dapat disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
    Musyawarah dan mufakat
Hukum adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga, di dalam hubungan kekerabatan, dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan maupun dalam mengakhiri pekerjaan, apalagi yang bersifat “peradilan”. Dalam menyelesaikan perselisihan antara yang satu dengan yang lain. Di dalam penyelesaian perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan, tidaklah tergopoh-gopoh begitu saja langsung menyampaikan ke pengadilan negara. Jalan penyelesaian damai itu membutuhkan adanya I’tikad baik dari para pihak dan adanya semangat yang adil dan bijaksana dari orang yang dipercayakan sebagai penengah atau semangat dari Majelis Permusyawaratan Adat .
IV.    KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa corak dan sifat hukum adat yang ada dalam alam pikiran masyarakat Indonesia sangat berbeda dengan corak dan sifat hukum adat menurut alam pikiran masyarakat barat. Yang cenderung individualist dan liberalis. Mengenai hukum Indonesia yang normatif pada umumnya menunjukkan corak yang tradisional, kebersamaan, keagamaan, konkrit dan visual, terbuka dan sederhana, dapat berubah dan menyesuaikan, tidak di kodifikasi, musyawarah dan mufakat.
V.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami sadar dalam makalah ini pasti banyak sekali kekurangannya untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Mandar Maju, Bandung: 1992
Kusmadi Pudjosewojo. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Aksara Baru, Jakarta: 1976
Prof. H.A.M. Effendy, SH. Pengantar Hukum Adat. Toha Putra, Semarang: 2001.

CORAK HUKUM ADAT


Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hukum Adat
Dosen Pengampu: Arifin M. Hum





















Disusun oleh:
Hasan Amrullah
(2103116)




FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2006

BUGHAT

BUGHAT

I.    PENDAHULUAN
Kaum Bughat pertama kali muncul pada masa Ali bin Abu Thalib menjadi khalifah, yaitu sesudah khalifah Ustman bin Affan meninggal dunia. Segolongan kaum muslimin yang berlainan faham dan politik nya dalam menjalankan roda pemerintahan, lalu menentang pemerintahan khalifah ali bin abu thalib dan menyatakan keluar dari pemerintahan itu. Kaum inilah yang dinamakan kaum khawarij, artinya keluar dari pemerintah.
Menurut riwayat, jumlah kaum khawarij pada waktu itu adalah kira-kira 8000 orang. Khalifah ali mengutus ibnu abbas kepada mereka untuk berunding, setelah berunding dan bertukar pikiran, 4000 orang diantara mereka kembali masuk ke dalam pemerintahan, sedang yang 4000 lagi masih tetap menjadi gerombolan. Dalam suatu negara yang berdasarkan Islam, gerombolan seperti itu wajiblah diperangi.
II.    PERMASALAHAN
Dalam makalah ini saya mencoba memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan Bughat, antara lain:
1.    Pengertian Bughat
2.    Syarat-syarat Bughat
3.    Gerombolan Bughat yang tertangkap
4.    Penyelesaian perkara Bughat
III.    PEMBAHASAN
1.    Pengertian Bughat
Kata-kata “Bughat” adalah bentuk jamak dari “baghin” yang berarti pendurhaka atau pelawan, sedangkan kata-kata “Bughat” berarti segolongan manusia pendurhaka atau pelawan
Menurut istilah syariat Islam, kaum Bughat adalah segolongan umat Islam yang melawan atau mendurhakai imam atau pemerintah yang adil dan menjalankan hukum syari’at Islam. Perlawanan mereka dilakukan secara terorganisasi atau teratur dibawah satu pimpinan dan komando .
Perbuatan Bughat ini melawan hukum selama imam atau pemerintah menjalankan syari’at. Akan tetapi pengertian melawan hukum itu akan lenyap, jika imam atau pemerintah tidak menjalankan hukum syari’at Islam.
Ada satu peraturan yang langsung dari nabi bahwa pemerintah atau imam tidak menjalankan syari’at Islam itu tidak perlu ditaati.
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
عن ابن عمر ر.ع. عن النبى ص.م. قال: السمع والطاعة على المرء المسلم فيما احب او كرها مالم يؤمرو بمعصية فلا سمع ولا طاعة (رواه البخارى ومسلم)
Artinya:” dari ibnu umar r.a. dari nabi SAW beliau bersabda: mendengar dan menaati terhadap imam yang adil merupakan kewajiban orang muslim, baik yang ia sukai maupun yang ia benci selama ia tidak diperintah melakukan maksiat, tidaklah boleh didengar dan ditaati”. (H.R. Bukhori dan Muslim) .
2.    Syarat-Syarat Bughat
Dalam istilah ketatanegaraan, perbuatan pemberontakan dinamakan jarimah siasiyah (tindak pidana politik)
Jarimah Siasiyah belum dinamakan tindak pidana politik yang sebenarnya, kecuali kalau memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Perbuatan itu ditunjukkan untuk menggulingkan negara dan semua badan eksekutif lainnya atau tidak mau lagi mematuhi pemerintah nya.
b.    Ada alasan yang mereka kemukakan, apa sebabnya mereka memberontak, walaupun alasan itu lemah sekali.
c.    Pemberontak telah mempunyai kekuatan dengan adanya orang yang mereka taati (pengatur pemberontakan) atau ada pimpinan nya.
d.    Telah terjadi pemberontakan yang merupakan perang saudara dalam negara, sesudah mereka mengadakan persiapan atau rencana.
e.    Setelah diajak berunding dengan bijaksana sebagaimana yang telah dilakukan oleh khalifah ali ra terhadap ahli ramal dan shiffin .
Keterangan tentang persoalan ini dapat dijumpai dalam sepucuk surat yang dikirim oleh khalifah ali kepada kaum Bughat
احدا فان فعلتم نفدت اليكم بالحرب (رواه احمد والحكم)
Dari Abdullah bin Syaddad ia berkata, berkata Ali R.A. kepada kaum khawarij, “kamu boleh berbuat sekehendak hatimu dan antara kami dan antara kamu hendaklah ada perjanjian, yaitu supaya kamu jangan menumpahkan darah yang diharamkan (membunuh). Jangan merampok di jalan, jangan menganiaya seseorang. Jika kamu berbuat itu, penyerangan akan diteruskan terhadap kamu sekalian (HR. Ahmad dan Hakim)
Dengan keterangan ini, dapat ditegaskan bahwa gerombolan itu belum boleh diperangi begitu saja selagi mereka bersedia diajak berunding dan belum merusak .
3.    Gerombolan Bughat Yang Tertangkap
Cara memerangi bughat hendaklah dengan cara membela diri, sebagaimana yang telah dijelaskan. Berarti dengan tertib dari yang seringan-ringan nya, karena yang dimaksud adalah supaya mereka kembali taat kepada imam dan melenyapkan kejahatan mereka .  Kaum bughat yang tertawan hendaklah diperlakukan;
a)    Kalau ada yang luka jangan ada yang menambah lukanya, seperti memukul dan sebagainya.
b)    Tidak boleh dibunuh.
c)    Mereka yang lari tidak perlu di cari, kecuali bila ia mengganggu keamanan.
d)    Harta bendanya tidak boleh dijadikan rampasan.
Hadits Rasulullah SAW. Menyebutkan:
عن ابن عمر ر ع. قال: قال رسو ل الله ص م, هل تدرى كيف حكم الله فيمن بغى من هذه الامة قال الله ورسوله اعلم قال : لا يجهر على جريحها ولا يقتل اسير ولا يطلب هاربها ولا يقسم فيئها (رواه البخارى والحكم)
Dari Ibnu Umar R.A. ia berkata “Telah bersabda Rasulullah SAW. Tahukah engkau bagai mana hukum Allah dalam perkara orang-orang yang telah jadi kaum bughat dari umat ini? Seorang dari sahabat berkata, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu, Rasulullah bersabda “tidak boleh ditambah lukanya, tidak boleh dibunuh tawanan nya, tidak perlu dicari mereka yang lari, dan tidak boleh dibagi-bagi rampasan nya. (HR. Al-Bazzar dan Hakim)
4.    Penyelesaian Perkara Bughat
Allah berfirman:
وان طائفتان من المؤمنين اقتتلوا فاصلحوا بينهما فان بغت احداهما على الاخراى فقاتلواالتي تبغى حتى تفىء الى امرالله فان فاْصلحوا بينهما بالعدل (الحجرات: 9)
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikan lah antara keduanya, jika salah satu dari dua golongan itu berbuat aniaya, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali pada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikan lah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah (Al-Hujarat:9)
Harus diakui bahwa kaum bughat itu berbahaya menurut hukum negara. Oleh karena itu, mereka harus ditumpas dan diselesaikan perkaranya.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a)     Diperangi lebih dahulu sebagai langkah utama
b)     Di adili di muka pengadilan sebagai langkah terakhir
Dalam ayat di atas dinyatakan kalimat “dua golongan dari orang-orang mu’min” yang mengandung satu pengertian , bahwa “satu golongan “ itu, mu’min bukan pemerintah dan mungkin pula yang satu golongan pemerintah.
Adapun dalam kalimat  “ maka damaikan lah olehmu” pertama kali ayat tersebut disebut sebelum perintah perang dan keduanya disebutkan setelah perintah berperang.
Adapun perintah mendamaikan ditunjukkan kepada orang yang berwenang untuk mendamaikan, dalam hal ini adalah wewenang penguasa negara.
Apabila pemberontakan telah terjadi, langkah pertama ialah mengajak kedua golongan itu untuk berdamai saja, yaitu antara golongan yang menyerang dan diserang, terutama tokoh-tokoh pemimpinnya.
Apabila diantara kedua golongan itu tidak mau berdamai melainkan terus menerus memberontak, ada satu peraturan yang berupa maklumat perang dari allah terhadap golongan yang memberontak itu.
Menurut As-Syafi’i, kata “kembali” yang dinyatakan dalam ayat diatas mengandung pengertian:
a.    Si pemberontak itu lagi
b.    Si pemberontak itu meletakkan senjata.
Akan tetapi yang jelas bahwa yang dimaksud dengan kembali ialah kembali pada pengakuan negara di bawah pimpinan imam yang adil yang menjalankan syariat islam.
Hanya cara mereka itu, adakalanya dengan kesadaran sendiri, maupun kekerasan, mereka harus di bawa ke muka pengadilan untuk di selesaikan perkara mereka, dan membuat perdamaian menurut yang seadil adilnya.
Sesungguhnya kaum pemberontak terhadap negara yang menjalankan hukum syariat islam, dapat dikatakan penyamun besar terhadap allah dan rasulnya, serta membuat kekacauan dan kerusakan di muka bumi. Ini lebih besar dari pada kerusakan yang ditimbulkan oleh penyamun biasa. Oleh sebab itu, hukuman yang akan dijatuhkan kepada mereka yang telah kembali kepada pengakuan negara yang adil itu adalah hukuman si penyamun atau si perampok, yang terbagi atas dua bagian, yaitu;
a.    Hukuman terhadap mereka yang kembali setelah ditangkap atau diperangi lebih dulu.
b.    Hukuman terhadap mereka yang tobat (kembali) sebelum ditangkap atau diperangi.
IV.    KESIMPULAN
Bughat adalah segolongan kaum muslimin yang menentang imam (pemerintah yang adil) dengan menyerang, serta tidak mau mengikutinya atau tidak memberikan hak imam yang menjadi kewajibannya, dan mempunyai alasan yang kuat untuk memberontak, serta ada seseorang pemimpin yang mereka taati.
Bila pemberontak itu sudah di berikan nasehat oleh imam secara baik-baik dan telah ditempuh cara-cara lain yang baik agar mereka bersedia mengikuti motiv yang mendorong mereka bersikap keras tidak mau tunduk kepada imam yang adil, tidak bersedia sadar diri dan bertobat, mereka masih bersikeras membangkang ,maka sang imam baru dibolehkan memberi tahu, bahwa mereka akan di bunuh sebagai langkah yang terakhir.
V.    PENUTUP
Demikianlah makalah yang saya susun. Saya  yakin dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ibnul Mas’ud. Drs Zainul Arifin. Fiqih Madzab Syafi’i. Pustaka Setia, Bandung: 2000
Drs. Imron Abu Umar. Terjemah Fathul Qorib Juz 2. Menara Kudus, Kudus: 1983
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung; 2004

Pembunuhan Osama bin Laden Berawal dari Informasi Tahanan Guantanamo



Washington - Tempat persembunyian Osama bin Laden di Pakistan terendus lewat seorang kurir kepercayaannya. Identitas kurir pribadi Osama tersebut terungkap dari informasi yang disampaikan Khalid Sheikh Mohammed, tokoh Al Qaeda yang diduga dalang serangan 11 Setember 2001.

Pria yang ditahan di penjara Guantanamo Bay, Kuba itu memberikan terobosan bagi AS yang mengakibatkan pembunuhan Osama. Khalid yang telah diinterogasi dengan menggunakan sejumlah teknik penyiksaan itu memberitahu CIA tentang nama kurir pribadi Osama.

Demikian disampaikan pejabat-pejabat AS seperti diberitakan harian Telegraph, Selasa (3/5/2011). Sumber kedua, juga tokoh Al Qaeda yang ditahan di Guantanamo, kemudian mengkonfirmasi identitas kurir tersebut. Dari sinilah, AS melancarkan perburuan intensif yang berakhir dengan operasi penyerbuan ke tempat persembunyian Osama di Abbottabad, Pakistan.

Menurut dokumen-dokumen rahasia yang dibocorkan oleh WikiLeaks kepada Telegraph, sumber kedua itu adalah kepala operasi Al Qaeda, Abu Faraj al-Libi. Dia memainkan peran penting dalam menemukan tempat persembunyian Osama.

Ini berarti pembunuhan Osama merupakan akibat langsung dari informasi yang diperoleh dari tahanan-tahanan Guantanamo. Namun hal itu menimbulkan perdebatan apakah penyiksaan merupakan teknik interogasi yang legal dalam perang melawan teror.

Khalid dan al-Libi telah mengalami tekni-teknik keras selama diinterogasi CIA. Namun lembaga HAM internasional, Amnesty International telah mengingatkan bahwa pembunuhan Osama tidak bisa dijadikan bukti bahwa penyiksaan bisa dibenarkan.

Osama diburu secara intensif menyusul serangan teroris 11 September 2001. Selama menjadi buronan nomor satu dunia, komunikasi Osama dengan dunia luar dilakukan melalui jaringan kurir-kurir kepercayaannya. Mereka itulah yang membawakan surat-surat untuk dan dari para komandan Al Qaeda. Sebab menggunakan telepon atau internet akan sangat berisiko mengingat komunikasi itu bisa dimonitor oleh AS dan sekutu-sekutunya.
http://www.detiknews.com/

Heli Ditembak Kubu Osama, Obama Sempat Cemas 'Black Hawk Down' Terulang

 
Washington - Senin (2/5/2011) sekitar pukul 01.00 waktu Abbottabad, Pakistan. Mendung tebal bergelayut. Itulah cuaca yang bagus untuk menyergap Osama bin Laden. Sehari sebelumnya, operasi dibatalkan karena cuaca cerah yang membuat gerakan pesawat AS akan mudah terdeteksi musuh.

Warga Abbottabad yang tengah nyenyak tidur, terbangun oleh suara gaduh empat helikopter militer yang diperkirakan dua Black Hawk dan dua Chinook. Demikian dilansir Daily Mail, Selasa (3/5/2011).

Empat heli itu memuat lebih 100 tentara komando dari pasukan elite yang telah berlatih intensif berhari-hari di markas mereka di Bagram, Afghanistan. Mereka berlatih di kompleks bangunan yang merupakan imitasi tempat persembunyian Osama, bikinan CIA. Setelah berlatih pada 7 April dan 13 April, mereka diterbangkan ke markas udara Tarbela Ghazi di barat daya Pakistan, di mana CIA telah diizinkan untuk menggunakannya.

Dari sana, mereka bergerak ke Abbottabad, kota yang yang didirikan oleh tentara Inggris, Mayor James Abbot, pada 1853, melewati kegelapan atap-atap penduduk, dengan mematikan lampu heli.

Begitu mengetahui apa yang sedang terjadi, penjaga Osama langsung melepaskan tembakan dari atap rumah dengan granat-berpeluncur-roket dan tampaknya berhasil menembak jatuh salah satu Black Hawk. (Versi pejabat AS sebelumnya menyebutkan, heli itu jatuh karena mengalami kerusakan mesin).

Seorang pejabat Gedung Putih menuturkan, itu adalah momen saat-jantung-berhenti bagi Obama -- yang menyaksikan secara langsung penyerbuan itu -- mengingatkan tragedi jatuhnya Black Hawk di Somalia pada 1993 yang menewaskan 18 tentara. Tragedi ini difilmkan oleh Hollywood dengan judul "Black Hawk Down", diperankan oleh Josh Hartnett, Ewan McGregor, dan Eric Bana. .

Namun kali ini, para tentara bisa menyelamatkan diri tanpa terluka dan bergerak melanjutkan operasi penggerebekan, "meskipun mereka tidak tahu apakah mereka akan mendapat tumpangan pulang nantinya," kata pejabat itu.

Saat itulah warga kota yang mendengar keributan keluar dari rumah-rumah mereka untuk mengetahui apa yang terjadi. Agen-agen CIA berbahasa daerah Pastho menyuruh warga masuk rumah dan menutup pintu.

Dua lusin tentara pasukan khusus US Navy Seal memakai kacamata night vision kemudian turun  dengan tali dari heli Chinook ke kompleks rumah berdinding tinggi. Mereka menyerbu masuk untuk mencari Osama dari ruangan ke ruangan, dengan kamera terpasang di helm yang merelai aksi itu kepada Presiden Obama dan Direktur CIA Leon Panetta, yang memantau operasi itu dari kantor pusat CIA di Langley, Virginia.

Obama yang memantau dari Situation Room Gedung Putih bersama jajarannya, digambarkan menyaksikan tayangan itu dengan wajah "membatu". Osama yang memiliki sandi Geronimo dinyatakan tewas setelah terdengar kata "Geronimo EKIA" (Enemy Killed in Action).

Jenazah Osama, yang tertembak di bagian kepala dan dada, dibawa terbang dengan salah satu helikopter. Sejumlah pria yang selamat diterbangkan dari lokasi, sementara empat anak dan dua perempuan, termasuk putri Osama bernama Sofia, dibawa masuk ambulans.
http://www.detiknews.com

BIROKRASI


BIROKRASI


Blau dan Meyer mengatakan, bahwa birokrasi adalah jenis organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas administratif dalam skala besar serta mengkoordinasikan pekerjaan orang banyak secara sistematis. Sedangkan menurut kamus bahasa indonesia yang disusun oleh W.J.S Poerdarminta, mendefinisikan birokrasi ke dalam tiga pengertian, yaitu : pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat ; cara pemerintah yang sangat dikuasai oleh pegawai negri ; dan cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lambat, menurut aturan( adat, dan sebagainya), banyak liku-likunya.
Menurut Weber, birokrasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal mereka.
2.      Ada hirarki jabatan yang jelas.
3.      Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
4.      Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.
5.      Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui suatu ujian.
6.      Mereka mempunyai gaji dan biasanya juga ada hak-hak pensiun. Gaji berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu ia juga dapat diberhentikan.
7.      Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.
8.      Terdapat suatu struktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian (merit) dan menurut pertimbangan keunggulan (superioritas).
9.      Jabatan mungkin tidak sesuai baik dengan posnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.
10.  Ia tunduk pada sistem disipliner dan kontrol yang seragam.
Terhadap ciri-ciri birokrasi Max Weber diatas, adapula kalangan yang memberi interpretasi lebih sederhana. Seperti halnya dilakukan Manuel Kasiepo yang memberi penafsiran atas birokrasi Weber tersebut dengan ciri-ciri yang lebih sederhana yaitu; ( 1). Terikat konstitusi dan aturan hukum, (2). Netral, dan (3). Politik (Manuel Kasiepo, 1987: 23).
Dalam pandangan Weber, elemen-elemen yang terpisah diatas terikat bersama ke dalam satu totalitas yang koheren oleh suatu fenomena, yaitu rasionalitas. Analisis Weber tentang rasionalitas birokrasi itu setidaknya memuat dua hal yang agak berbeda. Pada satu sisi, rasionalitas birokrasi mengindikasikan efisiensi teknis yang maksimal. Aturan-aturan yang menetapkan cara-cara pencapaian tujuan organisasi didasarkan pada pengetahuan teknis yang up- to-date, dan mengarahkan perilaku anggotanya menurut garis yang paling efisien. Pada sisi lain, birokrasi adalah suatu sistem kontrol sosial atau kekuasaan yang diterima oleh para anggotanya karena melihat aturan yang rasional, adil, dan menyatu- suatu sistem nilai ’rasional-legal’. Namun bagi Weber, kualitas terbesar dari birokrasi adalah kemampuan predictability-nya.
Pernyataan Weber diatas merupakan analisisnya tentang birokrasi secara makro. Pada tataran mikro, belum tentu apa yang disampaikan oleh Weber diatas dapat ditemui secara kenyataan. Penelitian-penelitian modern menunjukkan bahwa banyak birokrasi organisasi yang tidak berjalan efisien sebagaimana dari Weber tersebut. R.K. Merton (1957) misalnya, ber argumentasi bahwa birokrasi menjadi tidak fleksibel justru karena strukturnya sendiri yang tidak mampu mengantisipasi konsekuensinya. Dalam kenyataannya banyak anggota hanya melaksanakan aturan-aturan secara ritualistic dan menjadikan cara pelaksanaan itu sebagai tujuan dari pada tujuan-tujuan yang sebenarnya. Ini khusus terjadi pada birokrat pemerintahan. Bisa jadi mereka melakukan ini karena mereka takut menyalahi aturan-aturan yang telah ditetapkan. Selain itu sangat sering tugas untuk menyelenggarakan organisasi besar  menimbulkan problem-problem anggaran, personnel, dan administratif. Perilaku birokrasi sehari-hari lebih berikut pada isu-isu internal dari pada pencapaian tujuan aslinya. Dengan kata lain, anggota atau pegawai sering terjebak pada pentingnya melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan daripada pencapaian tujuan itu sendiri.
Demikian pula garis  komando sering menyebabkan kekuasaan dan tanggung jawab yang sudah terdefinisi sering menyebabkan bawahan cenderung mengikuti pimpinan terlepas apakah pimpinan itu salah atau benar. Merton (1968) menyatakan bahwa rutinitas yang kaku dan tekanan untuk tunduk dapat menghilangkan kreatifitan dan daya imaginasi. Namun argumen Merton yang kontroversial ini dibantah oleh penelitian belakangan yang menunjukkan bahwa orang-orang yang ada dalam lingkaran birokrasi cenderung memiliki pikiran yang terbuka, dapat mengatur diri sendiri, dan mau menerima perubahan (Kohn, 1971, 1978).
Spesialisasi pekerjaan dalam susunan hirarki birokrasi juga sering menciptakan pandangan yang sempit sehingga anggota atau pegawai tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan baru. Harus diakui bahwa birokrasi menjadi efisien karena aturan-aturannya didesain untuk menangani perkara-perkara tertentu. Birokrat dapat menangani perkara-perkara tertentu tersebut karena aturan dan prosedur telah nyata. Namun birokrat akan mengalami kesulitan untuk menangani perkara-perkara baru atau tidak biasa. Jika ini terjadi, masalah hanya akan berputar dari satu meja ke meja yang lain yang dapat memakan waktu ber bulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Inovasi menjadi berkurang. Orang takut mengambil inisiatif karena resiko kemungkinan salah ( yang berarti tidak mengikuti aturan). Juga secara psikologis, orang-orang yang tergabung dalam suatu departemen akan mengembangkan sikap loyal satu terhadap lainnya, dan akan membawa suara departemen manakala mereka memiliki kesempatan (blind adherence).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah susunan hirarki. Dilihat dari strukturnya, secara esensial birokrasi bersifat otoriter (authoritarian structure). Dalam teori, komunikasi itu terjadi secara dua arah (atas-bawah dan sebaliknya). Namun dalam praktek, komunikasi birokrasi terjadi hampir selalu dari atas ke bawah . dalam kasus ini maka yang terjadi adalah perintah. Dalam susunan seperti itulah terdapat suatu ketidakadilan hirarkis, siapa memerintah dan siapa diperintah. Siapa mendapat fasilitas dan siapa tidak.
Weber sendiri mengakui bahwa tipe ideal yang dia ajukan sebenarnya adalah bentuk penyederhanaan dan sekaligus berlebihan dalam pandangan bukti empiris. Kelemahan-kelemahan seperti diungkapkan oleh Merton diatas, juga diperkirakan oleh Weber sampai dia mengatakan bahwa birokrasi adalah the iron cage memagari manusia dengan dunia yang sempit, tetapi merupakan satu keharusan. Lebih jauh dia mengatakan bahwa :
The passion for bureaucracy is enough to drive one to dipair…the great question is… not how we can promote an hasten it, but what we can oppose to this machinery in order to keep a portion of mankind free from this parceling out of the soul, from this supreme mastery of the bureaucratic way of life.
Namun disisi lain, dalam dunia yang semakin kompleks dan besar, tidak mungkin segala hal diatur secara personal dan langsung. Aturan main yang rasional, impersonal, indirect mutlak perlu, yakni birokrasi. Dalam kenyataan, tidak ada satupun administrasi pemerintah yang birokratis persis seperti definisinya. Karena itu, contoh-contoh kongkrit akan menunjukkan kurang atau lebih dari elemen-elemen yang ditunjukkan oleh Weber diatas. Kekurangan ini juga berlaku untuk birokrasi kekuasaan di indonesia. Oleh karena itu, berharap bahwa birokrasi kekuasaan indonesia dapat memenuhi persis apa yang diidealkan oleh Weber adalah tidak realistis.
Berdasarkan perbedaan tugas pokok atau misi yang mendasari suatu organisasi birokrasi, Syukur Abdullah (Ahmad Setiawan, 1998: 145), menguraikan tiga kategori birokrasi, sebagai berikut :
1.       Birokrasi pemerintah umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai daerah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa). Tugas-tugas tersebut lebih bersifat mengatur.
2.       Birokrasi pembangunan, yaitu organisasi pemerintah yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan pembangunan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, industri. Fungsi pokoknya adalah development function atau adaptive function.
3.       Birokrasi pelayanan, yaitu unit organisasi  yang pada hakekatnya merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Yang termasuk dalam kategori ini, antara lain: rumah sakit, sekolah( SD-SLTA), koperasi, bank rakyat desa, transmigrasi, dan berbagai unit organisasi lainnya yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat atas nama pemerintah. Fungsi utamanya adalah service.
Disk fungsi demokrasi
1.       Tidak bisa menangani secara efisien terhadap kasus-kasus yang tidak lazim
2.       Orang-orang yang duduk dalam demokrasi cenderung mengutamakan prosedur.
3.       Penempatan yang bukan pada tempatnya.
4.       Struktur yang otoriter.
5.       Perbesaran demokrasi.
6.       Oligarchy (keputusan hanya diambil beberapa orang saja).
Ada tiga model kognitif birokrasi yang sering digunakan untuk menganalisis karakteristik birokrasi di indonesia:
1.  Model kognitif yang bersumber pada birokrasi tradisional di dalam kerangka otoritas tradisional.
2.  Model kognitif kedua diperkenalkan oleh penguasa kolonial dalam bentuk abte naar ( pangreh praja) dan beamtenstaat untuk menguasai tanah jajahannya.
3.  Model kognitif ketiga adalah model birokrasi sebagai tipe ideal yang dikonsepsualisasikan Max Weber.

 
Powered by Blogger